Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman kini mulai mengembangkan pengukuran kadar antibodi bagi pendonor plasma konvalesen yang praktis dan murah. Ia mengatakan, lembaga Eijkman menjadi institusi terdepan dalam pengembangan plasma konvalesen di Tanah Air. “Dalam lingkungan Kemenristek BRIN, Lembaga Eijkman menjadi institusi yang terdepan di dalam penelitian mengenai bahwa plasma konvalesen ini. Dimulai dengan pengukuran kadar antibodi dari plasma konvalesen itu sendiri,” ujar Bambang dalam kegiatan virtual bertajuk "Plasma Konvalesen Pada Penanganan Covid 19", Kamis (11/2/2021).
Diketahui, sebelum penyintas Covid 19 mendonorkan plasma konvalesen, terlebih dahulu harus menjalani pemeriksaan kadar antibodi. Hal itu untuk memastikan antibodi plasma cukup diberikan kepada pasien Covid 19. Bambang mengatakan, untuk mengukur kadar antibodi digunakan gold standard Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT).
Namun, penggunaan PRNT ini menelan biaya yang mahal. "Dalam perkembangannya tentunya menggunakan PRNT terus menerus itu akan memakan biaya yang mahal dan juga prosedur yang lebih rumit karena memerlukan laboratorium BSL 3,” katanya. Untuk itu, LBM Eijkman sedang mengembangkan metode praktis mengukur kadar antibodi yang lebih praktis.
"Saat ini tim Eijkman sedang mengembangkan target metode yang lebih praktis untuk mengukur kadar antibodi dengan menggunakan atau dengan melakukan evaluasi terhadap reagen reagen yang sudah ada di pasaran," tutur Bambang. Diharapkan, dengan pengukuran yang lebih praktis ini, maka pengukuran kadar antibodi plasma juga menjadi lebih cepat. "Sehingga ketika plasma diterima dari donor, akan dilakukan evakuasi dan akhirnya diputuskan apakah plasma itu bisa diberikan ke si pasien. Dan kita harapkan dalam waktu yang lebih cepat kita dapat menyelamatkan lebih banyak orang," ungkap dia.